CEO Chickin Jadi Pembicara di Forbes Asia 100 to Watch Forum 2025

Singapura, 20 Mei 2025 – Tubagus Syailendra, Co-Founder dan CEO Chickin Indonesia, turut menjadi pembicara dalam Forbes Asia 100 to Watch Forum 2025 yang diselenggarakan di Singapura. Forum bergengsi ini mengusung tema “Future Driven” dan mempertemukan para pendiri dan CEO dari perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar Forbes Asia 100 to Watch, bersama para investor dan Venture Capital terkemuka, -serta  tokoh-tokoh penting dalam lanskap startup Asia Pasifik. 

Dalam sesi diskusi panel bertajuk “Scaling Smart and Tough”, Tubagus Syailendra membagikan pengalaman Chickin dalam membangun dan mempertahankan bisnis di tengah tantangan ekosistem startup yang terus berubah. Ia menyampaikan bahwa dalam situasi saat ini, strategi pertumbuhan tidak lagi mengandalkan ekspansi cepat, tetapi lebih menekankan pada keberlanjutan, ketahanan tim, dan efisiensi operasional.

Chickin sendiri terpilih sebagai salah satu perusahaan dalam daftar Forbes Asia 100 to Watch tahun 2024, dan di tahun ini, CEO-nya diundang sebagai pembicara untuk membagikan strategi bisnis yang berfokus pada fundamental dan keberlanjutan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Chickin memilih pendekatan konservatif dalam proses monetisasi. Meski memiliki jutaan data dan jaringan peternak yang luas, perusahaan secara konservatif hanya hanya memonetisasi sebagian kecil dari total volume yang tersedia. Hal ini dilakukan demi menjaga keseimbangan antara sisi hulu (peternakan) dan sisi hilir (restoran, industri pengolahan makanan), sehingga perusahaan dapat menghindari risiko over supply yang sering menyebabkan kerugian pada peternak.

Strategi yang diterapkan Chickin berfokus pada tiga hal utama: fokus radikal pada satu jenis pasar, membangun budaya ketahanan dalam tim, serta mengutamakan kemitraan strategis dibanding pembakaran modal (cash burn)

Pendekatan ini terbukti membawa Chickin tetap bertahan secara profitabilitas dan arus kas positif selama dua tahun terakhir, meskipun berada di tengah kompetisi dengan pemain lain yang memiliki pendanaan lebih besar.

Tubagus juga menyampaikan bahwa profitabilitas bukanlah batasan, melainkan keunggulan kompetitif. Dalam situasi pasar yang menuntut efisiensi, perusahaan justru memiliki peluang untuk membangun fondasi bisnis yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Chickin sendiri merupakan perusahaan agritech asal Indonesia yang telah mendigitalisasi rantai pasok ayam broiler, mulai dari supply pakan, teknologi manajemen kandang, akses pembiayaan, hingga distribusi ke ratusan mitra di industri kuliner. Perusahaan ini telah dipercaya oleh lebih dari 12.000 peternak dan mengelola data lebih dari 55 juta ayam setiap bulan.

Keikutsertaan Chickin dalam Forbes Asia 100 to Watch Forum 2025 tidak hanya menjadi pengakuan atas pencapaian perusahaan, tetapi juga menunjukkan bagaimana startup asal Indonesia mampu bersaing secara global dengan mengedepankan fundamental bisnis yang sehat dan strategi pertumbuhan yang cermat.

Forbes Asia 100 to Watch Forum adalah forum tahunan yang menyoroti strategi dan perjalanan perusahaan skala kecil dan menengah yang menjanjikan di kawasan Asia Pasifik. Sesi yang diikuti Tubagus Syailendra turut menghadirkan CEO dari berbagai sektor, termasuk Julien Labruyere (CEO Sleek), Lu Jianfeng (CEO WIZ.AI), dan Dino Setiawan (CEO AwanTunai), serta dimoderatori oleh John Kang, Senior Editor Forbes Asia.

Total
0
Shares
1 comment
  1. Tubagus’s point about only monetizing a small fraction of the available volume really stood out—it shows a deep awareness of the supply chain dynamics and the risks of overproduction. More startups could benefit from thinking in terms of long-term balance rather than short-term gain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts